Si Hitam dan Si Merah

Hujan semalam memang cukup deras. Pagi ini pucuk-pucuk rerumputan masih dipeluk embun. Sinar Sang Matahari memantulkan cahaya berpendar membias di rongga dada.

Pagi demikian cerah. Awan mengangkasa dan bergoyang lembut dalam ayunan sang bayu. Sang putri malu pun menguncupkan daun-daunnya ketika embun menetes dari pohon perdu di dekatnya.

Sosok makhluk hidup berkulit hitam legam terlihat sedang berdiri menengadahkan kepala. Sesuatu menjulur ke atas seperti antena berada di pelipis kanan dan kirinya. Tatapan itu menyimpan harapan untuk sebuah kesempatan yang ditunggu hingga di usia 19 tahun. 

"Hitam! Hitam!"

Teriakan yang mengagetkan. Kini dua makhluk berantena saling berhadapan. Hanya mereka berbeda warna. Hitam dan merah.

"Hitam, kenapa kamu tidak bosan memandang awan di langit?" Pertanyaan meluncur dari makhluk berantena warna merah.

"Merah, kita tidak mungkin kembali," kata Hitam.

"Bagaimana mereka menyangkal tentang kita?" tanya Merah.

Hitam membalas dengan mengangkat bahu lalu tatapannya kembali pada gerakan awan di atas sana.

"Aku dan kamu mempunyai antena yang sama seperti mereka. Fenomon kita juga mengeluarkan bahu yang sama. Tapi ...." Merah terlihat kesal.

"Merah, sementara kita terima keadaan kita seperti ini ya? Nanti kita cari jalan keluar agar bisa bergabung kembali bersama mereka," kata Hitam. 

"Aku kangen membantu memikul makanan." Merah sedih.

Tiba-tiba Hitam ingat sesuatu.
"Emmm... Merah, besok kita cari tempat tinggal di bawah batu di dekat koloni," kata Hitam bersemangat.

"Kok gitu?" Merah tidak mengerti maksud Hitam. Karena Merah merasa tadi lewat di depan koloni tetapi mereka menghindar. Sekarang Hitam mengajak tinggal di dekat koloni.

"Pokoknya besok bantu aku cari daun-daun kering dan diletakkan di dekat tempat tinggal mereka."

"Iya, semoga usaha ini membawa hasil," kata Merah.

Semut memang hidup dalam sebuah koloni. Baik semut hitam maupun merah. Mereka saling mengenal dengan bau tubuh mereka.

Namun, jika salah satu semut terpisah dari kelompoknya, menjauh dalam waktu yang lama maka semut itu dianggap makhluk asing. Karena bau semut yang sudah terpisah lama dari koloni akan berbeda.

Bau yang dikeluarkan dari feronom itu merupakan alat komunikasi antar semut. Feronom juga yang mampu mendeteksi di mana ada makanan. Juga pendeteksi keberadaan musuh. Feronom pada manusia ternyata sebagai daya tarik seksual.

Hitam dan Merah harus sering berada di dekat koloninya jika ingin dapat kembali pada koloni mereka. Jalan satu-satunya memang keduanya harus membuat tempat tinggal dekat dengan koloni. Lama-lama feronom dua makhluk beda warna itu mengeluarkan bau yang sama dengan koloninya.

--------------

#Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan menulis ODOP7.

#oktober
#nulisodop7

#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah