Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Satu Keinginan

Apa yang pas untuk menggambarkan wanita itu sampai sekarang aku tidak punya kata yang pas. Aku mengikuti semua langkah-langkahnya. Dari sebelum dia berhijab hingga berhijab. Hanya ada satu jeda yang membuat aku kehilangan keberadaannya. Ternyata saat dia pun menghilang dari peredaran setelah laki-laki yang menyintainya meninggal dunia.  Suatu hari, aku melihat wanita itu memarkir motornya lalu melepas jaket dimasukkan di bawah jok dan dia melangkah memasuki gedung berlantai empat. Kulitnya bercahaya tertimpa sorot matahari pagi. Semakin terlihat putih bersih.  Orang bilang wanita itu hidup sederhana dengan harta yang wah warisan suaminya. Motor yang dikendarai pun bukan motor baru. Yang pasti, seorang bocah mungil, cantik dan lucu menghibur hari-harinya.  Jujur, sejak sekolah menengah pertama aku tertarik pada wanita itu. Sejak itu pula aku pelajari sifat dan perilakunya. Hingga aku mengambil kesimpulan kalau dia terlalu apa adanya. Bahkan saat kejujuran dan pikiran nothing to lose nya

Potret

Beberapa bagian hidup memang ada yang tidak dapat aku ingat. Tetapi ada juga kejadian kecil yang masih lekat di ingatan.  Kata Ibu, Aku lahir empat tahun setelah Bapak menikahi Ibu. Lima tahun memang tidak sebentar untuk yang namanya menunggu sebuah kehidupam di dalam rahim.  Masih kata Ibu.  Kelahiranku sangat dinanti banyak orang. Terutama mbah Uti yang berharap mendapat cucu perempuan. Yang belum dimiliki memang itu. Anak-anak mbah Uti semua laki-laki. Masing-masing mempunyai satu anak laki-laki. Anak saudara dekat yang rumahnya berdekatan dengan mbah Uti juga laki-laki semua.  Begitu mbah Uti mendengar tangis pertamaku, beliau kira aku laki-laki.  Apalagi ketika mbah Kung mengucap, "Uti, jangan-jangan cucumu laki-laki lagi."  Itu karena suara tangisku keras memecah malam. Hehe .... Saat perawat bilang bahwa cucunya perempuan, sehat dan sempurna, mbah Uti sujud syukur dan mbah Kung meneteskan air mata. Selesai aku dibersihkan langsung digendong mbah Uti karena ibu belum si

Lelah

Apa yang akan membuat aku berani bertemu kamu, kamu, dan kamu? Aku sudah bukan orang yang dulu peenah kamu kenal.  Waktu. Yah, waktu yang menjadikan aku seperti ini. Bukan menyalahkan sang pemilik album kehidupan, tapi sampai detik ini pun tidak ada yang memungkiri kuasa sang waktu.  Kontroversi jargon di film Joker bahwa kejahatan muncul karena orang baik yang dijahati menurutku ada benarnya. Berapa kali berita di televisi maupun di media online terpampang, ter- ekspose bahwa seorang anak membunuh orang tuanya. Drama-drama menayangkan banyak orang mengumbar dendam. Namun, kita perlu kekuatan untuk memunculkan sisi baik yang dimiliki oleh kamu, kamu, dan kamu. Juga aku, mungkin.... Karena setiap makhluk hidup mempunyai sisi baik dalam dirinya. Dan untuk mengontrol kejahatan dari dalam diri itu butuh keberanian untuk membangunkan kebaikan yang tersimpan selama ini.  Niatku tidak akan menemui kamu, kamu dan kamu lagi. Berbagai pertentangan membuat nyali dan dendam saling membentur yang m

Retak - 4 (tamat)

Tiga bulan yang lalu .... Udara malam kurasakan terlalu panas. Pendingin ruangan yang sudah disetel diangka 23 saja tidak mampu menyejukkan seperti kemarin-kemarin. Sudah beberapa malam ini terasa susah tidur. Mungkin karena banyak persoalan yang terjadi di lapangan. Para pengemudi yang membawa muatan ke konsumen banyak yang mengeluh perlakuan pemilik toko. Kata mereka barang yang dibawa tidak selalu bongkar di toko yang tertera di surat angkut dari PT. Indom Perkasa. Pemilik toko mengirim lagi ke konsumen mereka yang jaraknya lebih jauh sehingga uang jalan yang diterima menjadi tidak sesuai.  Kendala tersebut sangat menganggu cash flow kantor juga pengemudi sendiri. Sedangkan pihak pemberi surat jalan, yaitu PT. Indom Perkasa tidak mau tahu, terutama pak Leman yang seenaknya sendiri memutuskan masalah.  "Mbak Bria, pengemudi menginginkan perubahan uang jalan," kata Untung. Dia yang setiap hari berhadapan langsung dengan penerima dan pembuat surat jalan. "Berarti kita ha

Retak - 3

Tiba-tiba aku mendengar namaku disebut-sebut. Perlahan punggungku sandarkan di tembok sebelum masuk ke ruangan meeting yang jarang dipakai. Ruangan yang jika tidak digunakan membahas masalah yang terjadi di cabang-cabang perusahaan ya sehari-hari digunakan untuk salat atau makan.   "Mana mungkin Mbak Bria mau begitu saja." Itu suara Bima. Nada curiga terdengar jelas.  "Tapi tidak ada yang bisa menjelaskan keadaan mbk Bria sekarang." Suara Untung terdengar kebingungan.  "Aku setuju dengan Bima. Keadaan mbk Bria sangat aneh. Dari yang dulu sangat  menjaga jarak tiba-tiba pasrah begitu saja. Terkesan murahan malah." Apa yang Alif katakan hampir membuatku muncul dari persembunyian. Tapi aku masih harus mendengar lebih banyak lagi.  "Itu bukan mbak Bria." Nada suara Alif terdengar menahan marah dan bingung.  Ada getar haru, tapi sikap ragaku menolak semua keprihatinan mereka. Apa yang ingin kulakukan mengapa tidak didukung anggota tubuh yang lain? Ada

Retak 2 -

Sudah banyak peringatan dari teman-teman, tapi tidak pernah memikirkan. Disamping sosok Leman bukan tipe ku juga karena laki-laki berkumis itu sudah berumur yang berarti dia pasti bukan laki-laki lajang , minimal dia sudah mempunyai anak.  Hari-hari berjalan seperti biasa. Di kantor aku berusaha menghindari pertemuan dengan pak Leman. Bukan karena masukan rekan-rekan, tapi lebih pada feeling saja. Pernah ada kekeliruan surat jalan, dan aku minta tolong Untung menemui pak Leman atau pak Ade untuk mengganti surat tersebut. Ada terjadi juga tentang stempel penerima barang di sebuah toko yang salah. Aku minta tolong Bima konfirmasi ke pak Ade atau pak Leman. Alhamdulillah rekan-rekan membantu dengan baik. Tim yang solid.  Hari selasa tidak terlalu sibuk. Pak Riyan pun terlihat duduk berbincang dengan Bima dan Alif. Aku hanya membenahi file-file lama. Mempelajari beberapa kasus yang terjadi selama satu semester ini. Tiba-tiba Alif berdiri di depan mejaku.  "Mbak Bria dipanggil pak Riya

Retak - 1

Gambar
"Leman sudah tahu, Mbak?"  Laki-laki bertubuh tinggi besar ini biasanya tidak lepas dari canda, tapi kali ini dia pasang mimik serius memandangi selembar kertas lusuh dan selembar lagi di tangan kanan sebuah akta cerai.   "Tidak, Pak." Aku menatap tajam Pak Ade yang asli Sunda.  "Mbak Bria tahu reaksi Leman nanti, kan?" "Tidak."  Aku memang tidak tahu apa yang akan terjadi pada Leman, tapi pastinya dia tidak akan berani melawan.  "Leman akan marah besar," kata laki-laki di hadapanku. "Oh ya?!" Jujur, jawabanku sinis.  Dua bola mata pak Ade membulat menatapku tajam.  "Leman tidak pernah diremehkan seperti ini," kata pak Ade. Tatapannya memaku retinaku.  "Kali ini dia salah bertemu wanita." Kalimat itu sengaja aku ucapakan dengan intonasi tegas.  Kepala pak Ade meneleng seakan menunggu kalimat berikutnya dari mulutku.  "Jika Leman marah silakan ajukan tuntutan. Dia akan ketemu saya di pengadi

Cindelaras

Gambar
        Sumber foto : audiobuku Pada suatu waktu di masa lalu di Jawa Timur aku hidup dalam lingkungan sebuah kerajaan bernama Jenggala. Perkenalan dengan Kangmas Raden Putra yang tidak sengaja merupakan awal kedekatan kami. Kemudian beliau menjadi sering mengirim hadiah yang ditujukan untukku, bapak serta ibu. Kiriman dari Raden Putra tidak sedikit sehingga selalu aku bagi dengan tetangga, terutama mereka yang hidupnya kurang mampu. 'Kamu harus selalu berbagi, Nduk.' Berdasar pesan ibu itulah aku kemudian merasa bersyukur ketika Raden Putra datang ke rumah bertemu ibu dan bapak untuk melamar. Dan restu orang tua mengawali niat untuk melakukan hal baik ke depan.  Langkah pertama, permohonan kuajukan pada Kangmas Raden Putra agar tidak mengadakan pesta berhari-hari. Meskipun permintaanku diiyakan Kangmas Raden Putra, tapi kenyataannya pesta  hedonistik kerajaan diadakan tujuh hari tujuh malam. “Kangmas, mengapa pesta pernikahan kita diadakan besar-besaran?” tany

Air Terjun Kakek Bodo

Gambar
      sumber foto : koleksi pribadi. Di tanggal-tanggal penghujung bulan sering membuat kita galau sehingga penting sebenarnya untuk refreshing ke tempat sejuk dan indah. Jangan berpikir dengan modal cekak tidak dapat  berwisata, ya? Kita tengok salah satu destinasi wisata dengan biaya terjangkau di propinsi Jawa Timur.  Salah satu tempat tersebut adalah Air Terjun Kakek Bodo yang berlokasi di lereng gunung Arjuno. Letak tepatnya adalah di Jln. Taman Wisata no. 541, Tretes, Prigen, kabupaten Pasuruan. Jika ditempuh dari pusat kota Surabaya berjarak sekitar 60 kilometer. Dan jika berangkat dari kota Sidoarjo kurang lebih 40 kilometer saja. Kita tengok jalur menuju wisata air itu jika berangkat menggunakan bus jurusan Surabaya - Malang turun di pasar buah Pandaan. Dilanjutkan naik angkot L300 jurusan Tretes turun di depan hotel tanjung atau depan pos pendakian gunung welirang. Perjalanan selanjutnya dengan jalan kaki sejauh 500 meter atau naik ojek.  Tetapi dari gerbang atau

Menikah (5) Tamat

Menemukan pendamping atau sahabat lawan jenis yang mampu berpikir positif dan tanpa timbul getar suka itu tidak mudah. Begitu juga sebaliknya. Mau setiap hari bertemu atau dijodohkan sekuat tenaga pun jika tidak ada getar rasa juga tidak akan terjadi apa-apa. Saran Wika dan ibu sudah dilakukan Rendra, tapi tetap saja tidak ada rasa nyaman berdekatan dengan Laksmi. Hari ini Laksmi mengajak tunangannya itu untuk bertemu di sebuah tempat makan di pantai.  "Tempat ini ternyata indah benar ya, Mas? Sesuai dengan testimoni orang-orang di medsos," kata Laksmi. Pandangannya menyapu pantai dan laut jauh di depan.  "Iya," jawab Rendra singkat. Laksmi mencuri pandang pada wajah tunangannya. Kening wanita itu berkernyit tapi tak lama senyum merekah.  Ketika pesanan makan malam datang. Pasangan yang dijodohkan untuk menjadi suami istri itu menghentikan bincang-bincangnya.  Aroma gurami bakar dengan sambal tomat dan lalapan menggelitik lubang hidung. Tak lupa tempe goreng tanpa t

Menikah (4)

Perencana hidup yang terbaik hanyalah Allah Azza Wajalla. Rendra merasakan Wika menjauhinya. Laki-laki itu berniat kabur di hari pertunangan yang direncanakan ayahnya.  Malam perkenalan dengan Laksmi membuatnya berpikir bahwa keputusan ayahnya tidak dapat diganggu gugat. Jalan terakhir yang diharapkan laki-laki itu mampu menghentikan keputusan ayahnya adalah bicara dengan ibu. "Ibu, bantu Rendra menolak rencana ayah."  "Jangan khawatir, Ren. Ibu sudah bicara pada ayahmu panjang lebar. Sementara kamu ikuti saja dulu apa mau ayahmu," kata ibu lembut. Tangan halusnya membelai kepala anak laki-laki yang dikasihi. Terlihat jelas sentuhan itu mendamaikan Rendra ketika laki-laki itu merebahkan kepala di pangkuan wanita paling baik di dunia.  Hari pertunangan kurang tiga minggu lagi. Rendra bertekad menemui Wika. Sebuah notifikasi pesan terdengar dari gawai. Kebetulan Wika juga menginginkan pertemuan dengan kekasihnya.  "Ren, benar kata ibu. Kamu ikuti saja dulu apa ka

Menikah (3)

Rendra Tidak hanya Ninok yang aku titipi pesan buat Wika. Wanita satu ini telah membuat aku mengerti apa arti berjuang. Sudah pasti cukup untukku mengantongi restu Ibu untuk tetap mempertahankan wanita satu ini.  Kedekatanku dengan Wika memang sudah tiga tahun, tapi melangkah sebagai kekasih wanita tegar itu belum genap satu tahun. Aku berharap Wika tidak marah dan panik mendengar kabar dari Ninok. Seumpama Wika harus marah pun aku terima asal dia tidak pergi. Sebenarnya cerita ibu kemarin cukup membuatku tidak hanya kaget, tapi stres. Bagaimana tidak jika tiba-tiba orang tua berbicara tentang perjodohan dengan wanita yang belum pernah ditemui apalagi mengenalnya.  "Ren, maafkan ayah jika ini terdengar tiba-tiba," kata sang ayah. ''Gila, Yah! Ini gila!" jawabku. "Mana mungkin aku menikah dengan gadis yang belum aku kenal, Yah?" Aku berusaha protes. Tetapi ayahku bersikeras tetap melanjutkan perjodohan. "Ini bukan pernikahan biasa, Ren. Kamu t

Menikah (2)

Wika Jendela masih ku buka lebar. Yang Kung memang benar. Kain kasa yang selembut ini mampu menahan nyamuk untuk masuk dan melakukan konser di kamar. "Uti, kamar depan harus dipasang kain kasa yang lembut." "Untuk apa, Kung, toh kita ndak pernah membuka jendela malam-malam," bantah Yang Uti. "Cucumu itu kan suka melongo di depan jendela kamar depan. Apalagi kalau mereka sudah remaja...." jawab Yang Kung. "Ya jangan dibiarkan bengong malam-malam to, Kung," kata Yang Uti. Perdebatan ringan antara dua orang yang saling menyayangi hingga gigi-gigi sudah ompong, rambut penuh uban, dan tentu kulit sudah keriput. Indahnya rencana Tuhan untuk Yang Kung dan Yang Uti. Hari ini adalah bukti kebenaran perkataan Yang Kung. Aku selalu nangkring di jendela kamar depan jika liburan semester tidur di rumah orang tua ibu. Seekor cicak dari tadi tak beranjak menjejak di kasa. Diam tanpa suara. Mungkin sedang menikmati indahnya langit disinari cahaya bulan

Menikah (1)

"Wiiiik...!" Suara langkah panjang-panjang menggema di sepanjang koridor. Kaki bersepatu pantovel warna cokelat tua itu membuka pintu kamar nomor 13. Yang dipanggil sedang duduk dengan kedua kali lurus di atas tempat tidur. Punggung wanita yang tangan kirinya masih dipasang infus itu jatuh pada sandaran ranjang. "Ssstt...." Si empunya kamar meletakkan telunjuk ke bibir. Sebuah buku tergenggam di tangan satunya. "Wik... kamu sudah tahu tentang Rendra?'' Perempuan yang baru datang itu menarik kursi satu-satunya di kamar itu mendekat di bagian kepala si sakit. Yang ditanya hanya menggeleng sambil mengangkat bahu. "Kamu nggak ingin tahu?" "Nggak!" Jawaban singkat dan ketus. "Wika! Rendra loh mencari kamu," seru perempuan bersepatu pantovel. "Niken, tolong jangan cerita apapun tentang laki-laki itu." Si Sakit mulai marah. Terapi entah marah benar atau hanya menggertak Niken. " Ndak bisa, Wik. Kamu harus

Risalah Hati (4 - tamat)

Kemudian aku beranjak ke jendela. Hampir gelap di luar sana. Garis cakrawala hanya bias semu dari tatapan perempuan sepi. Keputusan harus diambil. Aku hanya tinggal memilih, untuk terus terbungkam atau bangun, berdiri, mengeksplor kemampuan diri. Terakhir bertemu Jos, lelaki yang katanya seorang suami itu kembali melemparku ke tepi biduk yang baru berlayar enam tahun. Goresan di sana sini karena cacimakinya membuat keretakan makin rapuh. Aku tersuruk di tempat yang sekali hentak dapat menghanguskan seluruh langkah. Semua tentang Jos benar-benar membuatku mual. Menyebut namanya saja sudah menaikkan kolesterol. Sebentar lagi Jos pulang. Aku sudah persiapakan teh hingga dingin. Laki-laki itu terlambat empat jam. Biasanya pukul sembilan malam sudah selesai makan. Begitu ketel air menjerit, ku ganti cangkir teh yang sudah diam hingga dingin sejak tadi. Deru mobil yang berhenti di halaman membuatku bergegas membuka pintu depan. Joss turun dari mobil dalam keadaan rapi. Bahkan serapi pag

Risalah Hati (3)

Benar kata lelaki itu. Apapun yang dilakukan orang terdekat dan itu selalu berulang dilakukan pada kita maka semakin lama hal itu akan membentuk kita menjadi seperti itu. Misalnya, seorang istri yang sering dihina oleh suaminya. Berulang kali dan tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat, maka jangan kaget jika suatu saat dimana ada kesempatan menghina si istri berubah menjadi seperti si suami. Ternyata hal itu sering terjadi. Lelaki biasa yang berstatus suami banyak yang melakukan itu terhadap istrinya. Suami yang minta diagungkan berlebihan, lelaki egois, keras kepala dan hatinya berkarat. Hati yang tidak bersih akan membentuk pikiran picik dan kemudian mampu mengeluarkan kata kasar, tak senonoh juga kotor. Perilaku itu dapat dilakukan oleh lelaki biasa manapun, walau dia terlihat taat beribadah. Menurutku lelaki demikian adalah manusia yang mempunyai masa lalu kurang bahagia. Lelaki yang belum siap memimpin sebuah biduk yang penuh tanggung jawab. Bukan. Aku bukan se

Risalah Hati (2)

Aku masih tersudut dalam ruanganku sendiri. Seingatku seharusnya kebebasan berpikir dan berpendapat merupakan salah satu obat penyehat jiwa. Ada yang mengakaiku, cuma pinternya omong doang, omong tok! Dua hari setelah kata-kata itu masuk dalam otak hingga kini terus berlanjut proses cerna. Mengapa aku dipersalahkan demikian? Akhirnya kesimpulan muncul sepengertianku. Itu pun masih berupa pertanyaan-pertanyaan. Kesimpulan sementara : aku suka memperhatikan seseorang melalui perkiraan-perkiraan yang muncul di pikiran. Berdasar cerita orang tersebut maupun masukan dari beberapa pihak luar. Kadang juga berdasar pengalaman sendiri. Yang paling ngeri adalah ketika aku bisa menyimpulkan orang terdekat. Jika orang itu tidak keras kepala, dia hanya mampu hanya mengambil isi dari kata-kataku. Tetapi jika orang itu sombong dan tidak terbuka terhadap pandangan orang lain, apalagi jika orang tersebut mempunyai pikiran persaingan dan merendahkan, maka dia akan menganggapku munafik. Lihat! Kel