Pembunuh

Kamar bercat putih penuh pigura foto menempel di tembok. Foto-foto eksotis dan artistik berada di dalam bingkai-bingkai tipis yang menggantung.

Sebuah meja tulis dengan kaki jenjang tidak berbentuk persegi empat tapi jajaran genjang. Sebuah karpet turki bergambar pohon kurma tergelar tidak menutupi seluruh lantai. Ada dua bantal santai segi empat ukuran 80cm x 80cm bersarung lurik warna krem dan cokelat.

Sebuah ranjang juga dengan kaki ramping  setinggi satu meter berada paling ujung memghadap jendela. Tiga vas bunga  terbuat dari kaca warna warni ikut menghias ruangan kamar. Televisi ukuran 40" lengkap dengan salon speaker dan rear mencipta bioskop mini di kamar seluas 5x6 meter.

Siapa tidak kenal Kania Dewi Puspita, mahasiswi desain interior yang cantik. Satu-satunya wanita cantik yang tidak mempunyai teman dekat laki-laki ya dia.
Banyak pria mendekatinya. Termasuk dosen-dosen hidung belang fakultas lain yang berusaha mendekati Kania, tapi tak satu pun pria mampu menaklukkan hatinya.

Semalam aku memang diajak mampir ke rumahnya. Kami tertidur di lantai berkarpet setebal lima sentimeter. Tadi pagi aku terbangun melihat televisi masih menyala.

Tiba-tiba terdengar handle pintu diputar dan pintu kamar terbuka. Tubuh langsing bercelana olah raga selutut dengan kaos tipis warna biru membalut tubuh langsing dengan indah. Sepatu sneakers merah bata membungkus kaki mulus.

"Pagi, Dea," seru pemilik tubuh langsing.

"Pagi Kania... lari pagi nggak ajak-ajak kamu?"

"Sudah aku bangunkan kamu tadi. Asin kan ludahmu?" tanya Kania.

"Iya," jawabku bingung.

Kania tertawa terbahak sambil melepas sepatunya.

"Kamu ya?!" Aku langsung menebak keisengan gadis cantik itu.

"Makanya kalau tidur jangan sok molor," ejek Kania.

"Dasar perempuan usil!" balasku. Bantal kulempar ke arah Kania.

"Usil tapi kan cantik...."

Aku dan Kania terbahak. Tetapi tawa Kania kurasakan lebih lepas dan bebas. Seperti tawa puas selesai memenangkan kejuaraan dunia.

"Kania?" Dalam tawa yang mereda aku meluapkan keheranan.

"Aku sudah menyelesaian semuanya, De. Semuanya...!" Kania berteriak. Aku dibuatnya merinding dengan tawanya kali ini.

"Sekarang aku bebas ke luar negeri!"

"Kania?" Aku masih tidak mengerti dengan kelakuan mahasiswi tercantik di fakultasnya.

"Aku mendapatkan beasiswa itu, Dea. Aku yang akan berangkat. Bukan Mila!" Bisikan Kania ini sungguh mengerikan.

Tiba-tiba tangan Kania menggapai remote dan televisi menyala. Entah mengapa aku harus membuka jendela kamar. Pendingin ruangan kumatikan dan jendela pun mempersilakan sinar matahari menyiram kamar Kania hingga di setiap celah.

Selamat pagi pemirsa, berita pagi ini dibuka dengan ditemukannya mayat seorang mahasiswi di depan fakultas desain interior. Petugas jaga di kampus mengenali jasad bernama Mila Karmila. Salah satu dari dua kandidat penerima beasiswa ke luar negeri.

Belum selesai berita dibaca lengkap tubuhku langsung lemas. Kepala berputar lalu gelap. Sebelum tubuhku jatuh sempat terdengar tawa membahana dari mulut Kania. Tawa sumbang seorang gadis lembut pendiam di kampus.

--------------------

#Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan menulis ODOP7.

#oktober
#nulisodop7

#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah