Postingan

Cinta yang Diacuhkan

Gambar
Reading Challenge Odop10 Tugas Pertama. Cinta yang Diacuhkan. Buku karya Khrisna Pabichara ini menjadi pilihan untuk menyelesaikan tugas pertama dari RCO10 yang diadakan ODOP.      Dari judul buku saja sudah jelas tentang bau romance isi di dalamnya. Cinta, siapa yang tidak tahu cinta? Orang yang katanya anti cinta pun dia sebenarnya tahu apa itu cinta hingga mengantikannya. Apalagi orang seperti aku yang kata zodiak untuk scorpio memang pengagung cinta.       Pernah mengalami seperti yang terjadi di dalam buku ini? Tentu. Seperti kamu, kamu, kamu, aku pun pernah jatuh cinta. Seperti tokoh aku di buku ini dia sudah menyintai satu pria. Omong kosong jika kalian kaum pria tidak mengetahui jika sedang diperhatikan, ditaksir, atau sedang ada gadis yang mendekatimu. Tokoh kamu pun tahu jika aku mempunyai rasa indah itu. Rasa indah yang selama perjalanan penantian jawaban ternyata membuat harus menyicil rindu.      Ketika di hati aku tumbuh cinta tiba-tiba cuaca hati mudah berubah. Ketika ja

Jim

Sejauh ini senja kurang obyektif dalam memandang sesuatu. Dia seharusnya belajar bahwa tidak selalu kisah sedih mengantar kemunculannya. Hanya, harus ada cerita indah sebagai penyeimbang. Senja ini Jim sedang duduk di kedai kopi Arabica. Selalu saja cappucino menjadi kopi pilihannya di kala senggang. "Jim, sekali-kali coba kopi Arabica asli, heh?"   Laki-laki berambut ikal meletakkan secangkir kopi di meja, satu cangkir lagi dipegangnya lalu duduk berhadapan dengan Jim. Sesekali ujung cangkir didekatkan mulut, ditiup lalu diseruput sedikit demi sedikit. "Kamu yakin, Jim?" "Ya,'' jawab Jim. Laki-laki itu menatap tepat di bola mata orang dihadapannya. "Kamu harus bisa mengubur masa lalumu," kata lelaki berambut ikal. "Itu butuh kekuatan besar," lanjut lelaki itu. Tatapan Jim tertuju pada pemain piano di ujung ruangan. Laki-laki bertubuh tambun dengan jas biru memainkan jemari dengan lincah. Cuping telinga Jim bergerak menangkap

Risalah Hati (1)

Pada titik tertentu aku merasa enggan melakukan apapun. Tidur. Yah, tidur yang panjang tanpa memikirkan apa-apa. Seperti hari ini, aku malas keluar rumah. Mengapa ruang ini begitu pengap? Hampir jengah aku diam di dalamnya. Sebenarnya aku heran dengan diriku saat ini. Kungkungan ini membelenggu langkah, tapi aku tidak mampu berteriak. Apalagi memberontak. Pagi yang seharusnya disambut dengan semangat, minimal ciptakan senyum, tapi   kelelahan ternyata merenggut semuanya. Malu bertemu orang-orang, enggan berbasa-basi pula. Aku hanya ingin mengurangi isi kepala. Mungkin mengharapkan sedikit beban saja agar kepala mampu tegak menatap langit. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan. Hal yang tak mampu dibohongi. Sekarang tidak hanya kepala yang memberatkan. Hati dan nurani juga ingin saling memberontak sementara aku sudah tidak punya kata. Semestinya aku berani jujur pada diri sendiri bahwa semua ini harus disudahi. Diselesaikan dengan hati-hati. Mampukah aku merayu waktu agar mau memihak

Kabar dari Laut.

Angin menyusupi dedaunan cukup keras. Beberapa rantingnya terayun membantu bunyi gemerisik tercipta. Sementara debur ombak nan jauh di laut lepas kembali menghempas pantai untuk kesekian kalinya. Di batas cakrawala tak ditemukan satu perahu pun. Mungkin saat seperti inilah para nelayan beristirahat. Mereka sudah kenal baik kapan perahunya harus dijauhkan dari laut. Namun, wanita muda bergaun merah itu masih tidak mampu menjauh dari laut. Duduk di pasir hangat menatap birunya hamparan air asin seakan takut samudera itu hilang tiba-tiba. Orang-orang menyebutnya Dewi Laut. Bukan karena tubuhnya bersisik, atau di antara jari-jari tangan dan kakinya berselaput, tapi karena dia benar-benar menunggui laut. Sepeda jengki berkeranjang di belakangnya sudah ambruk karena pasir menenggelamkan standar yang terlalu lama parkir di atasnya. Wanita muda itu tidak pernah mengalihkan pandangan.  Walaupun angin begitu kencang menghantam tubuh langsingnya. "Bayu... sudah tahun kelima Mbakyu mu mas

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes

Ramadhan 2012 Hari ini, aku masih di bulan besar - MU Hari ini... Hari kesembilan dalam ramadhan Semua sendiku lunglai, Langkahku gemetar, Seruan asma - MU... Melemahkan hatiku Beri aku waktu... Beri aku kesempatan... Sujudku hanya karena - MU... *** Kamu Saat Ini Aku masih selalu pandangi sosokmu, Dan kutemukan jemarimu meloncat-loncat di atas meja, irama hatimu Aku masih selalu pandangi jiwamu Dan kutemukan riak di matamu Aku masih selalu memandang langkahmu Dan aku temukan ada yang melambat Aku masih selalu pandangi tekadmu Kutemukan dihampir ujungnya melemah Aku masih ingin mengintip dibalik dadamu, Akankah aku temukan hatimu yang masih merona Akankah desah hidupmu menguatkan lekuk liku cintamu Haruskah aku masih memikirkan tentang janjimu? Haruskah aku menghampirimu dengan harapan itu? Haruskah aku genggam kuat lenganmu karena melemahnya tautan jemari kita? Haruskah aku berdiri berhadapan denganmu? Untuk memastikan bahwa masih ada kita di jiwamu. *** Wa

Tugas Ulasan ke dua : Cerma

Ulasan Cerma  Judul    :  Titik Buta  Penulis :  MGal Pengulas : Gendhuk Gandhes ● Fenomena bolos sekolah masih saja terdengar. Meskipun jumlah anak yang melakukan hal itu sudah sangat berkurang. Kurikulum yang makin ketat belum lagi peraturan sekolah yang mendukung program pendidikan, tidak kalah ketat membuat sempit ruang siswa didik untuk mengabaikan masa depan mereka. Titik Buta ini membuat saya mengernyitkan kening. Apa mungkin maaih ada siswa yang meremehkan masa depannya sendiri?  Tetapi tema cerita remaja ini cukup menarik. Bagaimana kelakuan Sidiq masih dipunyai anak Sskolah Menengah.  Cerita dibuka ketika seorang siswa bernama Sidiq tidak mengikuti upacara di sekolahnya. Tetapi malah jajan di kantin. Pagi itu memng suasana kantin benar-benar sepi. Ibu kantin tidak di tempat sehingga Sidiq merasa aman. Mungkin juga karena kepala sekolah baru dianggap masih luwes dalam.peraturan. Terutama ikut upacara itu tidak wajib. Itu pemikiran Sidiq yang pendek. Pagi itu guru dan murid men

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Gambar
.                Sumbet : Histori.id Roro Mendut  Karya : YB Mangunwijaya . Siapa yang tidak kenal YB Mangunwijaya, budayawan juga rohaniawan ini selalu berpihak pada wong cilik atau rakyat kebanyakan. Beliau juga dikenal sebagai penulis yang biasa dipanggil Romo Mangun. Meskipun beliau sudah mendahului kita, wafat pada tahun 1999, tetapi karya-karyanya selalu mengena di hati pembacanya. Salah satu tulisan tentang cinta asmara seorang Adipati dari Kadipaten Pati pada perempuan desa bernama Rara Mendut. . Tokoh buku Romo Mangun berjudul Rara Mendut ini sebuah kisah yang berlatar belakang zaman Kerajaan Mataram. Dapat dibayangkan pada masa ratusan tahun lalu hampir tidak ada perempuan yang boleh berpendapat, tapi seorang gadis bernama Rara Mendut telah berani mendobrak tradisi itu.  . Di Jawa Tengah sebuah desa di wilayah Kadipaten Pati tepatnya desa Teluk Cikal telah lahir seorang perempuan yang sudah berani menolak pinangan seorang adipati. Rara Mendut yang berparas cantik