Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2020

Jim

Sejauh ini senja kurang obyektif dalam memandang sesuatu. Dia seharusnya belajar bahwa tidak selalu kisah sedih mengantar kemunculannya. Hanya, harus ada cerita indah sebagai penyeimbang. Senja ini Jim sedang duduk di kedai kopi Arabica. Selalu saja cappucino menjadi kopi pilihannya di kala senggang. "Jim, sekali-kali coba kopi Arabica asli, heh?"   Laki-laki berambut ikal meletakkan secangkir kopi di meja, satu cangkir lagi dipegangnya lalu duduk berhadapan dengan Jim. Sesekali ujung cangkir didekatkan mulut, ditiup lalu diseruput sedikit demi sedikit. "Kamu yakin, Jim?" "Ya,'' jawab Jim. Laki-laki itu menatap tepat di bola mata orang dihadapannya. "Kamu harus bisa mengubur masa lalumu," kata lelaki berambut ikal. "Itu butuh kekuatan besar," lanjut lelaki itu. Tatapan Jim tertuju pada pemain piano di ujung ruangan. Laki-laki bertubuh tambun dengan jas biru memainkan jemari dengan lincah. Cuping telinga Jim bergerak menangkap

Risalah Hati (1)

Pada titik tertentu aku merasa enggan melakukan apapun. Tidur. Yah, tidur yang panjang tanpa memikirkan apa-apa. Seperti hari ini, aku malas keluar rumah. Mengapa ruang ini begitu pengap? Hampir jengah aku diam di dalamnya. Sebenarnya aku heran dengan diriku saat ini. Kungkungan ini membelenggu langkah, tapi aku tidak mampu berteriak. Apalagi memberontak. Pagi yang seharusnya disambut dengan semangat, minimal ciptakan senyum, tapi   kelelahan ternyata merenggut semuanya. Malu bertemu orang-orang, enggan berbasa-basi pula. Aku hanya ingin mengurangi isi kepala. Mungkin mengharapkan sedikit beban saja agar kepala mampu tegak menatap langit. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan. Hal yang tak mampu dibohongi. Sekarang tidak hanya kepala yang memberatkan. Hati dan nurani juga ingin saling memberontak sementara aku sudah tidak punya kata. Semestinya aku berani jujur pada diri sendiri bahwa semua ini harus disudahi. Diselesaikan dengan hati-hati. Mampukah aku merayu waktu agar mau memihak