Retak 2 -

Sudah banyak peringatan dari teman-teman, tapi tidak pernah memikirkan. Disamping sosok Leman bukan tipe ku juga karena laki-laki berkumis itu sudah berumur yang berarti dia pasti bukan laki-laki lajang, minimal dia sudah mempunyai anak. 

Hari-hari berjalan seperti biasa. Di kantor aku berusaha menghindari pertemuan dengan pak Leman. Bukan karena masukan rekan-rekan, tapi lebih pada feeling saja. Pernah ada kekeliruan surat jalan, dan aku minta tolong Untung menemui pak Leman atau pak Ade untuk mengganti surat tersebut. Ada terjadi juga tentang stempel penerima barang di sebuah toko yang salah. Aku minta tolong Bima konfirmasi ke pak Ade atau pak Leman. Alhamdulillah rekan-rekan membantu dengan baik. Tim yang solid. 

Hari selasa tidak terlalu sibuk. Pak Riyan pun terlihat duduk berbincang dengan Bima dan Alif. Aku hanya membenahi file-file lama. Mempelajari beberapa kasus yang terjadi selama satu semester ini. Tiba-tiba Alif berdiri di depan mejaku. 

"Mbak Bria dipanggil pak Riyan," kata Alif.

"Nggak ah, kalian saja ngobrol sana aku lagi tanggung." Aku kembali pada layar komputer. 

"Bukan itu, Mbak, tapi ada telepon." 

"Buat aku?" Aku menatap Alif tidak percaya.

Alif mengangguk. Ada sesuatu dibalik sorot matanya. 

"Telepon buat aku?" 
Ini ada yang tidak biasa karena selama ini aku tidak pernah mendapat telepon dari ruangan pak Riyan. 

"Lif... Aku tahu ada yang kamu sembunyikan. Ada apa?" 

"Mbak ... Pak Leman...."

"Oke. Kamu sudah tahu sikapku, Lif. Tolong jangan ganggu aku dengan masalah laki-laki itu."

"Loh, Mbak... Kok marah sama aku?" 

"Maaf, Lif... Tolong sampaikan pak Riyan ya?" 

"Oke," jawab Alif. Laki-laki itu menaikkan kaca mata minusnya sebelum meninggalkan kubikelku. 

"Thanks, Lif." 

Alif mengangkat ibu jarinya tanpa menoleh. 

Kemudian pak Riyan tahu sikapku terhadap laki-laki bernama Leman.Tetapi usaha laki-laki itu tidak sampai di situ. Suatu pagi aku mendapati dia sudah duduk di kursi si kubikelku. Aku langsung membalikkan badan dan keluar ruangan penuh kubikel itu. Begitu mencapai pintu tepat Bima masuk. 

"Hai, Mbak. Kok balik?" 

"Tuh...." Akubmelempar tatap ke arah kubikel di mana ada laki-laki berseragam PT. Indom Perkasa duduk. 

"Kok bisa?" tanya Bima. Aku menjawab dengan mengangkat bahu lalu berhenti di pinggir pintu menyaksikan Bima melangkah menjauh. 

"Pagi, pak Leman." Sayup aku dengar suara Bima. 

"Hai, Bim. Mbak Bria belum datang?" 

"Saya tidak tahu, Pak." Suara Bima masih tertangkap telingaku.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Bima pasti duduk di kursiku. 

"Mbak Bria!" Untung sudah berdiri di sampingku. "Kok di sini?" lanjut Untung.

Aku hanya menarik kedua pipi tanpa membuka mulut. Untung melangkah menuju kubikelnya, tapi berhenti sebelum sampai. Tubuh jangkungnya mampu menangkap adanya dua manusia di kubikelku. Untung berbalik ke arahku. Wajahnya kini menampakkan permakluman. 

Setelah meletakkan tas di mejanya, Untung melangkah mendekat pada Bima. 

"Pagi, pak Leman." Aku yakin Untung menjabat tangan pak Leman. 

"Kok pada ngumpul di sini?" Suara bas milik pak Leman terdengar kaget. 

"Iya dong ... Kan ada tamu agung." Untung memang jago memuji pak Leman. 

Beberapa saat kemudian aku melangkah menuju kubikel. Melihat aku mendekat Bima yang pertama menyapa sebagai isyarat kedatangan pemilik ruangan. 

"Pagi, mbak Bria... Maaf ya kami ngumpul di sini." 

"Mbak Bria tumben datang lebih siang dari aku," sapa Untung.

Ini pastinya basa-basi. Aku aangat bersyukur punya divisi yang menyadari kekompakan tim sebagai modal kesuksesan sebuah project. Kali project ketentramanku. Thanks guys. 

"Mbak, pak Leman sudah menunggu dari tadi," kata Bima. 

"Pagi, Pak." Suka tidak suka aku harus menyapa utusan perusahaan rekanan. 

"Jika ada yang perlu dibahas, silakan dengan Bima atau Alif, Pak." Bima berdiri hendak keluar dari kursi, tapi terlihat terbeliak bersama Untung mendengar kalimatku. 

Aku menangkap tatapan sinis di mata pak Leman.

____________________________
bersambung 

@Achmad Ikhtiar 

#lanjutan tantangan7
#tantangan7 achmad ikhtiar 

#Tulisan ini dibuat guna melengkapi tantangan menulis ODOP7. 

#oktober 
#tokyo  
#nulisodop7 
#minimal5paragraf 
#5paragraf

#OneDayOnePost 







Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah