Saputangan

"Kamu nggak bisa menuduh seperti itu, Ben." Wanita berkaos tanpa krah menatap laki-laki berjidat mulus bertubuh tambun.

"Aku nggak menuduh, Jen," jawab Ben. Laki-laki tambun itu memutar berkas di atas meja lalu mengarahkan pada wanita berkaos tanpa krah yang dipanggilnya Jen.

"Kamu lihat foto ini? Coba perhatikan baik-baik."

Jen menarik foto lebih dekat. Setelah beberapa saat retinanya memindai gambar berwarna ukuran 20R itu lalu wajahnya kembali pada Ben.

"Apa, Ben?"

"Kamu tidak melihatnya, Jen?"

Jen menggelengkan kepala.

"Lihat yang dia genggam... benda itu ada di saku tuxsedo laki-laki dari PT. Indosemiar," kata Ben.

Jen mengeryitkan dahi sambil masih menggeleng pelan. Raut wajahnya masih  memancarkan ketidakpahaman ucapan Ben. 

"Warna merah bata dengan sulaman benang emas membentuk huruf L," jelas Ben kesal.

Jen kembali memperhatikan foto cukup lama sebelum akhirnya wajahnya terlihat mengeras karena kaget.

"Menurutmu...?"

Ben tidak menjawab kalimat Jen yang terputus. Dia terdiam tengang.

"Ben!" bentak Jen.

Lalu keduanya saling tatap. Bola mata Jen bergerak mencari kesamaan kesimpulan yang ada di benaknya dengan yang ada di pikiran Ben. Jen mendapat jawaban dari tatapan Ben yang membulatkan kedua bola matanya.

"Yah ... Tuan Sugrima... Pria pendiam yang santun itu," ucap Ben.

***

Satu minggu yang lalu,

"Sugrima, jika kamu benar-benar menginginkan kami, hanya itu syaratnya." Perempuan berkerudung hijau setinggi telinga Sugrima berdiri tepat di sampingnya. Sebuah foto wanita yang baru satu bulan dikenal Sugrima diulurkan ke arahnya.

Perubahan wajah Sugrima segera mendapat tanggapan perempuan berkerudung hijau.

"Dapatkan sebanyak yang kamu bisa."

Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Sugrima. Tatapan laki-laki itu masih melekat pada foto yang telah berpindah di tangannya. Seakan mendapat sentuhan mistis dari bisikan perempuan berkerudung hijau, Sugrima menarik pipinya ke belakang membentuk senyum aneh.

"Kamu paham?" Ucapan pelan tapi terdengar begitu tegas. Dan Sugrima mengangguk sambil menoleh ke arah pemilik suara.

"Kamu paham?" Kalimat diulang dua kali. Kali ini dengan nada tajam.

"Paham, Lin," jawab Sugrima tanpa ekspresi.

Sambil mengusapkan saputangan warna merah bata bersulam benang emas ke wajah Sugrima, perempuan berkerudung hijau memberi tatapan merayu lalu  berbisik manja di telinga laki-laki di hadapannya, "sekarang ... layani aku di kamar depan."

------------------------
bersambung

Tulisan ini dibuat untuk mememuhi tantangan menulis ODOP7.

#nulishari05
#odop7
#OneDayOnePost

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah