Kasus

"Kita sudah tahu pasti modus operandinya, Wil, tidak perlu diperjelas lagi," kata pria berkumis tipis. Dia melangkah ke dapur bersama pria berkulit sawo matang berperawakan gagah.

Meja makan sepanjang dua meter menjadi tujuan mereka.

"Hanya saja kita harus mencari cara untuk menangkap basah perempuan itu," lanjut pria itu. Papan kecil sepanjang 15 cm bertuliskan Andika Pratomo di dada kiri kemeja putihnya terlihat jelas ketika jas hitam dilepas.

"Okey," jawab laki-laki yang dipanggil Wil.

"Nanti malam kita intai di tempat biasa dia nongkrong," kata Andika.

"Jam tujuh siap, Kep?" Wil menepuk pundak Kapten Andika sambil meraih kunci mobilnya di atas meja.

"Siap, Let," jawab Andika. Kedua perwira itu saling senyum. Langkah Wil ke depan diiringi Andika sebagai pemilik rumah.

"Akhirnya aku bisa mendampingimu, Kak. Moment ini sudah aku inginkan sejak kakak wisuda. Aku bangga."

"Aku tidak menyangka cita-citamu begitu kuat. Aku juga bangga bekerja sama dengan Letnan Wildan Adintara."

Tatapan dua sahabat lama itu memancarkan rasa kagum pada prestasi satu sama lain.

Bunyi kunci jarak jauh mobil Wildan mengakhiri langkah Andika mengantar adik kelasnya meninggalkan teras rumah. Perlahan mobil melaju keluar halaman rumah Sang Kapten setelah bunyi dua klakson sebagai tanda pamit terdengar.

***

"Bawa mobil siapa, Wil?" tanya Kapten Andika sambil membuka sendiri pintu mobil. Ada senyum yang tertahan di wajahnya.

"Mungkin kita terlihat lebih manis dengan mobil sport warna pink ini, Kep." Letnan Wildan balas menggoda.

Sang Kapten tertawa kecil sambil geleng kepala. Wildan memegang kemudi juga terkekeh.

"Dengan mobil ini akan menarik perhatian orang-orang yang kemarin kabur dalam penangkapan," kata Wildan.

"Hati-hati jika ada yang tidak suka basa-basi," kata Kapten.

"Siap, Kep," jawab Wildan.

"Tiga donat dalam tiga plastik?"

Alis kiri Kapten Andika tertarik ke atas ketika menyentuh tiga donat di samping tempatnya duduk. Lalu menatap sang pengemudi penuh tanya.

"Kita akan menjemput satu penumpang lagi di tikungan jalan Diponegoro, Kep."

"Kakak korban?" tebak Kapten Andika.

"Yap," jawab Wildan tegas.

"Semua kemungkinan sudah diberitahu ke dia, kan?"

"Siap. Sudah, Kep."

Lalu lintas menuju pusat kota minggu malam begitu ramai. Laju kendaraan malam ini merambat lancar.

"Tanggal merah hari jumat memang menguntungkan buat para pekerja. Sepertinya hampir seluruh warga kota keluar bersama keluarga," kata Kapten Andika.

"Karena juga akan ada hiburan rakyat di dekat POLSEK Taman Kota," sambung Wildan.

"Traffic light depan, kita belok kanan, Kep. Masuk jalan Diponegoro melalui jalan Veteran."

"Kalau pembukaan mall Queen jadi mengundang artis dangdut ibu kota tentu macet mulai seratus meter setelah traffic light depan."

"Betul, Kep," jawab Wildan.

Tak lama mobil sudah melaju di jalan Veteran. Jalanan terlihat lengang. Mungkin tertumpah di dekat traffic light tadi.

Di ujung jalan Veteran mobil melaju lambat. Satu traffic light lagi mobil sport warna lembut itu berhenti. Masuk jalan Diponegoro pas lampu lalulintas menyala hijau. Mobil terus melaju Wildan menyapu pandangan ke pinggir jalan. Sosok penumpang yang akan dijemput belum terlihat. Kapten Andika menoleh pada jam di tangan kirinya lalu mengedarkan pandangannya di luar mobil. Wildan masih mengontrol mobil maju perlahan.

"Kita berhenti di kedai kopi itu, Wil," kata Kapten Andika.

"Siap, Kep."

Mobil menepi. Belum sempat Wildan mematikan mesinnya tiba-tiba sebuah ketukan di kaca jendela di sisi dia duduk terdengar. Wildan dan Kapten Andika menoleh waspada. Saat tahu penumpang yang ditunggunya membungkuk memberi isyarat dengan tangan menunjuk ke pintu belakang Wildan langsung membuka central lock nya.

"Maaf terlambat," kata kakak korban setelah di dalam mobil.

"Kapten Andika, saya Didut," sapa kakak korban. Uluran tangan diterima Kapten Andika. Jabat tangan keduanya terlihat hangat.

"Pak Wildan...." Didut menoleh ke arah Letnan Wildan. Perwira polisi itu mengangguk sambil menatap Didut dari kaca spion di depan atas.

"Pak Didut, itu rompi anti peluru di kursi, tolong dipakai di dalam kaos Anda," perintah Wildan.

"Iya, Pak Wildan," jawab Didut.

Didut duduk di bangku belakang dengan posisi lebih maju mendekat di celah antara kursi pengemudi dengan kursi Kapten Andika. Setelah mobil melaju dengan kecepatan normal Wildan melontar tanya, "Kenapa Bapak pindah posisi menunggu?"

Kapten Andika menunjukkan sikap menunggu jawaban.

"Tadi ada mobil tanpa kap berhenti tepat di depan kedai kopi, Pak. Satu penumpangnya turun masuk kedai lalu keluar membawa dua cangkir cup minuman. Sekilas jaketnya tersingkap saat laki-laki itu menyerahkan satu cup ke  teman pengemudinya. Ada pistol di sana."

Wildan menoleh ke arah Kapten Andika yang sedang menatapnya.

"Mungkin mereka ada di tempat yang kita tuju, Wil."

Wildan menjawab dengan angggukan kepala.

"Anda melihat jelas wajah mereka, Pak Didut?" tanya Kapten Andiika.

Didut menggeleng sambil menjawab, "Maaf saya hanya melihat mereka dari samping."

"Di gedung itu ada tempat parkir yang pintu masuknya melalui belakang gedung, Kep," kata Wildan.

"Jangan, Wil. Kita parkir di depan saja seperti tamu biasa," jawab Kapten.

Jalanan semakin lengang ketika mobil hampir sampai di tempat tujuan.

Kapten Andika dan Wildan pasang sikap waspada.

"Pak Didut tolong duduknya bergeser di belakang saya atau Kapten," perintah Wildan.

Mobil melambat memasuki area parkir di depan gedung berlantai lima. Suasana sepi tidak tampak orang keluar masuk gedung itu. Pada posisi parkir yang paling kiri dari deretan mobil sport warna hitam, Wildan mematikan mesin mobil.

"Pak Didut nanti jangan jauh-jauh dari kami," kata Kapten Andika.

"Iya, Kapten, siap," jawab Didut.

Tepat saat pintu di posisi Wildan dan Kapten Andika terbuka, tiba-tiba sebuah pistol menempel di pelipis Kapten  Andika.

"Jangan berani macam-macam jika Kapten kalian ingin selamat." Ancaman dari sebuah suara bas terdengar.

-----------------
bersambung

#tantangan1
#odopbatch7
#weekend
#odop
#daretodare
#satnit
#holiday
#challenge

#basah
#plastik
#macet

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah