Keputusan.

Menikah?!

Tiba-tiba kata itu membuat hidupku tidak tenang. Bukan karena Cipto tidak ganteng atau aku bingung ada Adrian, bukan. Ini peristiwa yang tidak biasa menurutku. Bagaimana tidak! Dalam waktu yang panjang aku akan tinggal bersama laki-laki. Apalagi kalau harus .... Agar punya anak! Jika pertemuan sperma dan sel telur dilakukan di luar sih aku masih bisa memikirkan sebuah pernikahan. Jangan berpikir yang ena-ena ya. Pertemuan dilakukan di luar itu ya melalui bayi tabung.

Yang kacau lagi ... hari ini Cecep muncul menawarkan ide gila.

"Ge, besok aku beli tiket pesawat, loh. Kita jadi ke Tibet, kan?"

Gila!

"Kamu kaget, Ge?" seru Cecep.

"Kamu takut apa?!" Cecep sudah mulai gusar. Takut usulnya aku tolak. Tapi pasti aku tolak. Cecep sudah tahu reaksiku.

"Kamu bilang bukan karena Cipto maupun Andrian, lalu...?"

"Cep! Kamu lupa ada mami?" Ganti aku yang berteriak.

"Ah kamu, Ge!" Cecep kecewa.

"Sejak kapan mami Yuma melarang anaknya jalan-jalan dengan Cecep?" Cecep menatapku ragu.

Aku melotot mendapati reaksi Cecep.

"Mami Yuma itu tahu pasti laki-laki yang paling aman sedunia itu aku, Ge!" teriak Cecep. 

Ibuku atau mami Yuma memang paling percaya jika aku pergi dengan Cecep, minimal ada Cecep jika harus pergi rame-rame. Cecep sahabatku sejak sekolah dasar. Keluarganya dengan keluargaku sudah seperti saudara jadi tahu perkembangan hormon apa yang mendominasi diri Cecep.

Namun, aku memang sedang tidak tenang sekarang. Cipto sudah dekat denganku hampir lima tahun, dan dia sekuat tenaga sudah menjagaku. Bukan hanya dari orang-orang usil di luar sana tapi juga dari napsunya sendiri. Adrian? Dia laki-laki yang kukuh pada cintanya. Yakin suatu saat aku akan meninggalkan Cipto dan menikah dengannya.

Tiba-tiba aku merasakan sebuah bencana besar akan menimpa. Tanda itu muncul ketika Cipto bertemu Adrian di acara reuni lebaran kemarin. Dan celakanya, aku mendengar percakapan itu.

"Dri, aku minta kamu segera lupakan Gea. Atau kamu harus pergi jauh dari kota ini." Itu suara Cipto.

"Kamu siapa?!" jawab Adrian tenang tapi dingin.

"Aku akan menikahi Gea," kata Cipto. Ada nada bangga di sana.

"Kamu lupa?" Adrian mendekatkan wajahnya tepat di depan hidung Cipto. Sesaat mereka bertatapan penuh persaingan.

"Kamu lupa kata-kataku? Aku tidak akan menjauh sebelum ada laki-laki yang membuat Gea mengangguk saat dilamar," lanjut Adrian.

"Janur belum melengkung, Cip," seru Adrian ringan.

"Kamu pasti patah hati." Kalimat Cipto terucap tepat di saat hidung dua laki-laki itu  hampir bersentuhan. Api persaingan menghangat lagi.

Bagaimana mungkin aku sangat tidak ingin membuang pikiran 'menikah.' Rasa ragu ini begitu membalut hati menggerogoti keyakinan. Bermacam banyangan timbul tenggelam di pikiran. Mungkinkah laki-laki itu akan menyayangiku seumur hidup? Seperti ayah menyayangi mami hingga napasnya lepas dari tubuh? Akankah laki-laki yang mendampingiku nanti mampu mengayomiku lahir batin? Mungkinkah pada titik lelah dia tidak akan berpaling ke perempuan yang lebih sempurna?

Aku tahu mami sudah berpuasa selama ini. Bangun tiap jam tiga pagi berdoa untuk hidupku. Calon pendampingku benar-bebar mami minta pada Tuhan.

"Ya Allah, beri anakku jodoh yang baik. Yang mampu menyayangi dan mencintainya lahir batin. Bisa menerima anakku apa adanya."

Mami berdoa di sebelah aku terbaring. Mataku terpejam dikira mami aku tidur. Aku bangun, aku mendengar semua doanya.

Sekarang, mampukah aku mengecewakan mami, wanita yang melahirkan aku, yang memperjuangkan hidupku hingga seperti sekarang. Aku sudah bisa membeli apapun yang diinginkan. Aku mampu mewujudkan apapun yang mami butuhkan. Bagaimana mungkin aku menghancurkan mami yang seluruh jiwanya adalah aku.

Aku tidak bisa melupakan kata-kata mami waktu itu. Saat semangat perlahan terkikis oleh ejekan, cibiran dan hinaan orang-orang. Dan ketika aku merasa berat menanggung ketentuan Tuhan yang tidak biasa ini.

"Gea, kamu anak mami satu-satunya. Mami akan buat ayahmu menyesal meninggalkanmu. Kamu pasti bisa menaklukkan hidup meski tanpa kaki, Nak."

----------------------
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan nulis ODOP7.

#odop7

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Ulasan Cerita Historical Fiction (Rara Mendut / Roro Mendut)

Biografi PJ Yah Dyah