Sumarti

"Mas... Mas Yoyok... Bangun, Mas!" 

Seorang wanita sedang mengguncang tubuh pria yang tergeletak di kursi teras. Rambut kuncir kuda hampir menutupi wajah pria yang tergeletak saat kepala wanita itu mendekat di dada dengan menempelkan telinga. 

"Alhamdulillah, masih ada detak," gumam wanita itu. 

"Bertahan, Mas, aku akan membawamu ke rumah sakit." 

Wanita itu berlari ke rumah pak Wiryo, tetangga yang memiliki mobil dan penolong. Tak lama wanita itu kembali ke rumah. Sambil menunggu pak Wiryo datang bersama Andik, anak lelakinya juga akan ikut pak Sus, sebagai sekretaris RT. 


Setelah tiga laki-laki penolong muncul wanita itu segera membungkus tubuh pria di kursi teras dengan selimut. 


"Astagfirullahalaaziim ... Kenapa pak Joko, Bu?" tanya pak Sus.

"Saya sendiri kurang tahu penyebab pastinya. Sudah masuk minggu ketiga hari ini." 


"Ayo, Ndik, kita angkat tubuh pak Joko ke mobil," seru pak Sus.


"Sebentar, Pak, Andik baru manggil Karto," kata pak Wiryo. 


Andik datang bersama Karto dengan langkah panjang-panjang. Tetapi Karto menolak saat tubuh pak Joko hendak.diangkat. Tangannya terangkat memberi isyarat untuk membiarkan tubuh pak Joko di posisinya. Karto menyapu seluruh tubuh bagian depan dengan kedua tangannya. Tiba-tiba tubuh di kursi menggeliat, tapi diam lagi. 


"Sudah bu Sum beri minum air jahe, kan?" tanya Karto. 

"Sudah, To."

"Al fatihah tiap hampir magrib...?" 

"Sudah," jawab bu Sum. 

"Yakin tidak pernah lupa, Bu?" Karto sepertinya mencium sesuatu. 


"Ummm... Sepertinya tidak pernah lupa." Tapi dari nadanya bu Sum ragu. 


"Kemarin sore bu Sum ke mana?" 


"Astagfirullahilazim.... Iya, To. Aku mencari Widya yang teriak-teriak minta tolong. Ternyata di ...." Bu Sum tidak kuasa melanjutkan bicara, tapi Karto tahu. 


"Bu Sum dialihkan perhatiannya," kata Karto.


"Tapi langsung aku baca setelah membawa Widya ke rumah. Bahkan selesi salat pun dibacakan," kata bu Sum ketakutan. 


Perbincangan itu terhenti ketika pak Joko siuman. Tiba-tiba punggungnya melengkung ke atas, tangan dan kaki tubuh diam itu menggeliat. Kedua mata melotot. Beberapa saat terjadi kejang-kejang. 


"Bapak-bapak, tolong bantu berdoa untuk pak Joko," pinta Karto. 

Semua berdiri berjajar di belakang Karto  sambil berdoa. Sedangkan tangan Karto yang satu diletakkan di perut dan satunya lagi berada di kening pak Joko. Tubuh yang terbujur itu bereaksi keras. Tubuh itu bergetar.hebat. Tak lama kemudian tubuh itu terdiam. Lalu tiba-tiba dari mulut pak Joko menyembur cairan warna merah. 


Doa masih berkumandang dari mulut pak Sus, Andik dan bapaknya, juga bu Sum. Tubuh pak Joko terdiam dengan mulut penuh cairan darah keluar seperti kawah gunung yang mencurahkan lahar. Mengucur tak henti. Siapa pun yang menyaksikan pemandangan itu tidak akan tega melihatnya. Bu Sum menangis pilu.


"Bu... Ibu...." Tiba-tiba suara rintihan keluar diantara darah dari mulut pak Joko. 

Karto memberi ruang agar bu Sum mendekat. Wanita itu menangis sesegukan. Dia berlutut di samping tubuh suaminya. 


"I--i--ya, P--pak...," jawab bu Sum terbata. 


"Ja--ja--ga....Wi-wid-wid-ya...." Kalimat itu selesai bersamaan dengan semburan darah dari mulut pak Joko. Darah yang berwarna hampir hitam. Bu Sum menjerit dan menangis sejadinya. Tubuhnya terduduk lemah di lantai. 

"Ja-ja-jau-hi...." lirih suara pak Joko masih terdengar. Dengan napas satu satu dia berusaha untuk menyelesaikan bicaranya. 

"Ja-u--hi... Ma-wa-war--hi-tam--di-ta-nga-ngan." Tubuh pak Joko terdiam. Tidak ada gerakan lembut di dada. Tidak ada denyut di pergelangan tangan maupun di leher. Diam. Tubuh itu benar-benar diam... Dan dingin. Namun, darah masih mengalir keluar dari mulut. 


Pak Sus, pak Wiryo dan Andik pun terduduk lemas. 

"Innalillahiwainnaillaihi rojiun...." 


Karto memapah tubuh bu Sum untuk bersandar di tembok. Tubuh Karto bergetar setelah merasakan sengatan seperti tersetrum listrik. 


Karto melihat sosok tinggi besar keluar dari tubuh pak Joko yang terdiam. Dan melihat seorang laki-laki serta wanita mengapit sosok tinggi besar tersebut. Ada tato mawar hitam di punggung tangan dua orang itu. 


--------------------------

#Tulisan ini dibuat guna melengkapi tantangan menulis ODOP7. 

#nopember 
#odop7 
#tokyo 

#OneDayOnePost 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes