Tugas kedua : Ulasan Buku sepi pun menari di tepi hari

Kumpulan cerpen pilihan Kompas tahun 2004 berjudul : Sepi pun Menari di Tepi Hari ini benar-benar berbobot.

Di samping nama lima belas penulis yang telah menulis enam belas cerpen di dalam buku ini, juga karena isi cerpen mereka yang pastinya benar-benar karya luar biasa. Pilihan tema masing-masing cerpen jelas dihubungkan sebuah benang merah hingga terbit antologi ini.

Sebagimana kebiasaan Kompas dalam memilih cerpen-cerpen pilihan diundanglah seorang kritikus sastra dan pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya dari Universitas Indonesia, Melani Budianta. Istri sastrawan terkenal, Eka Budianta ini diundang sebagai penulis tamu dan diminta membuat catatan dan analisa terhadap cerpen-cerpen pilihan tersebut. 

Yang terlintas di benakku, bagaimana rasanya menganalisa tulisan-tulisan dari penulis-penulis hebat. Aah ... Masih jauh dari langkahku.

Sejujurnya saya terlalu nekat jika berani memberi ulasan cerpen-cerpen di buku ini. Bukan juga karena sombong jika saya yang belum pernah menelurkan karya yang patut diacungi jempol ini berani memilih buku ini. Niat saya hanya ingin belajar. Belajar dari tulisan-tulisan berbobot di dalam buku ini, sekaligus memenuhi tugas dari agenda komunitas ODOP yang sudah menjadi komitmen anggotanya, termasuk saya, untuk menyelesaikannya. 

Sekarang melanjutkan kenekatan saya. Seperti analisa Melani Budianta bahwa 16 cerpen ini lebih kontekstual dan bermakna dalam. Dipilih bukan hanya berdasarkan tema, tapi juga oleh konsensus cita rasa. Yang disatukan oleh suatu media bernama Kompas.

Dalam antologi cerpen Kompas tahun 2004 ini menonjolkan masalah perempuan yang menjadi korban, serta aturan normatif relasi antara laki-laki dan perempuan. 

Seperti pada cerpen pertama karya Radhar Panca Dahana, Sepi pun menari di Tepi Hari. Penyatuan dua hati yang berbeda latar belakang dan strata sosial. 

Ir. Gulian Putra Ariandaru, M.A dan Arsih bertemu di panggung dangdut di desa sebelum akhirnya mereka menikah dan pindah ke kota. Sederet gelar yang melengkapi nama Mas Guli merupakan jurang tajam yang mampu menciptakan konflik tragis bahkan runyam dalam cerpen karya Radhar Panca ini. Belum lagi masalah perbedaan kosa kata dan gaya bahasa, kampungan dan elitis di dalam rumah tangga mereka pastinya terlalu berjarak. Mas Guli menyukai film-film Dustin Hoffman, menulis dan membaca buku. Berbeda dengan Arsih dimana isi percakapannya tentang orang-orang di desa dan bagi Arsih buku tidak lebih penting dari harga bumbu di pasar. Kehidupan kota membuat jurang selera semakin dalam. 


Kemudian Arsih belajar merokok, pergi ke kafe, dan karaoke. Belum lagi video porno yang ditonton Arsih, membuat istri Mas Guli meminta variasi posisi bercinta. 

Rumah tangga Mas Guli dan Arsih selanjutnya diuji ketika Arsih keguguran beberapa kali hingga dokter mengatakan bahwa Arsih sulit untuk mengandung. Juga beberapa saat kemudian diketahui bahwa Mas Guli terkena stroke dan impotensi. 

Selanjutnya mereka menjadi saling merendahkan. Hingga tumbuh satu rasa yang sama di antara keduanya tentang cara menyelesaikan masalah mereka. 

Dan Ending di luar dugaan. Keren. 

Di cerpen kedua berjudul Jaring Laba-laba yang ditulis oleh Ratna Indraswari Ibrahim. Di sini juga membahas perempuan. Dina dan Bram yang sama-sama belajar di luar negeri ini menikah dan mempunyai anak.

Masalah rumah tangga mereka mulai muncul ketika Bram meminta Dina berhenti bekerja. Otomatis kehidupan Dina menjasi sempit. Seputar keluarga, ana lelakinya, rumah dan suami. 

Dina merasa dirinya seperti nyamuk yang dimakan oleh laba-laba. Permasalah berpuncak pada waktu rasa sedih dan marah Dina yang sudah menggedor dada. 

Akhirnya Dina dimasukkan rumah sakit jiwa. 
Ending cerpen ini tidak terlalu menggigit, tapi tetap terasa tulisan ini tidak kosong pesan. 


Cerpen ketiga, Dua Wanita Cantik, karya Jujur Prananto. Di sini ada Yustin, sang ibu dan Meta sang anak. Di mana Sang Ibu menjadi terkejut ketika menemukan lipstik di kamar anak gadisnya. Yustin semakin khawatir kerika mendengar Meta berbicara melalui gawai dengan seseorang yang dipanggilnya 'Om'. 

Pilihan-pilihan sebenarnya muncul di depan dua wanita cantik berbeda generasi pada tokoh cerpen Jujur Prananto ini. Tetapi kebebasan pilihan tetap dibatasi norma hidup. Apa yang harus dan yang tidak. Dan apa yang boleh dilakukan dan apa yang jangan dilakukan. 

Pada cerpen karya Sapardi Djoko Damono, berjudul Suatu Hari di Bulan Desember 2002 ini sedikit berbeda. Tokoh Marsiyem dipenjara karena dituduh menyiksa suami. Dia dituduh sang suami main serong dengan anak muda yang sering membetulkan atap rumahnya. 


Sebuah rahasia dibuka untuk pembaca mengetahui bahwa Marsiyem menuduh dirinya sendiri yang tidak bisa punya anak, tapi sebenarnya suaminyalah yang mandul. Marsiyem tidak pernah mengatakan rahasia itu karena pasti akan menyinggung perasaan suami dan untuk menghindari tuduhan dan tindakan yang tidak masuk akal dari sang suami yang guru itu. 

Setelah dua tahun masa hukuman Marsiyam selesai dia pulang membawa seorang bayi yang lahir dari rahimnya di penjara. 


Bunga Jepun, cerpen selanjutnya karya Putu Fajar Arcana ini berlatar belakang dampak bom bali. Merosotnya industri turisme dan juga pupusnya harapan seorang penari usia belasan bernama Luh Manik. 


Gadis muda itu harus bersikap realistis dalam menghadapi masa depannya yang suram. Luh Manik akan menjalani profesi sebagai pelayan toko di Jakarta. 


Masih ada cerpen karya Herlino Soleman, Surat Keramik. Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi karya Kuntowijoyo. Cerpen Laki-laki yang Menusuk Bola Matanya ditulis Yanusa Nugroho. Kabar dari Bambang karya Ratna Indraswari Ibrahim. Lalu Semakin dan Semakin ke Barat karya Budiarto Danujaya. Mati Sunyi karya Cok Sawitri, Keroncong Cinta karya Agus R Sarjono. Liang ditulis oleh Indra Tranggono. Cerpen Gadis Kecil dan Perempuan yang Terluka karya Puthut EA. Seperti Gerimis yang Meruncing Merah karya Triyanto Triwikromo. Dan cerpen terakhir berjudul Cakra Punarbhawa karya Wayan Sunarta.


Antologi cerpen ini mempunyai hubungan dalam tema yang menyorot tentang perempuan dan kiprahnya yang tertindas atau hubungan kepatutan dengan laki-laki juga menyodorkan cerita politik dan kekerasan.


Demikian sedikit ulasan yang berusaha saya tulis. Sekali lagi saya katakan bahwa antologi cerpen ini ditulis oleh penulis-penulis hebat sehingga tema yang diangkat, diksi yang dipilih, latar cerita, penokohan dan konflik terpadu dengan sangat baik. 


Meskipun membaca antologi ini membutuhkan konsentrasi untuk mencerna isi cerita, tetapi 16 cerpen ini sungguh memuat lesan yang tidak sederhana. 

Saya recomnended untuk dicari dan dibaca. 

------------------------------------------------
#RCO6 
#OneDayOnePost

#tugas ke 2
#nopember
#ulasanbuku

@lutfi yulianto
@bettyirwantijoko
@dyahyuukita
@jihan

@anis hidayati
@ayu safitri
@likisfauziah










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Menikah (4)

Nini Buyut