Cinta (episode 4 - tantangan8)

Ayah Lou 


Aku takut apa yang kupikirkan akan Alfi lakukan. 

Dulu, aku menikahi Lina bukan karena menyayangi dan mencintainya, tapi lebih ingin membuktikan pada laki-laki di luar sana. Beberapa lamaran lelaki berjabatan tinggi ditolak Lina. Aku yang selama ini tidak pernah ditolak perempuan merasa tertantang untuk menaklukkan seorang wanita cantik tak berhijab yang suaminya sudah meninggal tujuh tahun lalu. Dan seorang gadis kecil yang lincah dan cerdas. 


Sebelum aku bertemu Lina banyak cerita tentang wanita single parent yang tidak meladeni lelaki. Tetapi ada banyak juga pemberitaan miring tentang wanita cantik itu. Informasi-informasi itu memudahkan aku untuk membuat rencana. 


Namun, sikap masih kujaga. Mengingat posisiku yang masih beristri dengan tiga orang anak. Meskipun sebenarnya pernikahanku sudah cacat. Aku mulai berpikir tentang sikapku selama ini yang tidak pernah kuat jika melihat perempuan seksi. Dan istriku yang berubah pendiam jika kumaki saat berniat menegur. Bahkan kuancam cerai. 


"Kamu jangan seperti bapakmu, Di. Biarkan istrimu meluapkan kekesalan karena sikapmu pada perempuan-perempuan itu." 


Ibu yang tidak pernah lelah mengingatkan perilaku ku dalam memperlakukan istri selalu memanggil Di. Meskipun pernah ku protes.


"Namamu itu Lou Suryadi. Apa salah ibu memanggil Di, Sur, Yadi?"    


"Jangan kamu anggap remeh diamnya istrimu. Dia tidak takut kamu, Di. Hati-hati saja kamu." 


Waktu itu aku sangat meremehkan ucapan ibu. Dan ketika istriku sedang dekat dengan lelaki lain aku merasa tersinggung dan marah. 


"Ibu sudah pernah memperingatkanmu." 


Ibu sudah tidak mau ikut campur untuk menjembatani hubunganku dengan istri. Lalu kemudian Wisnu mengompori di saat pikiranku resah. 


"Lou, apa yang kamu rasakan selama ini bersama istrimu." Aku ingat ucapan Wisnu waktu itu.  


"Aku baik-baik saja, Wis." 


"Persahabatan kita sudah seumur Belanda menjajah Ibu Pertiwi, Lou. Aku tahu ada bara dalam sekam di sana." 


"Dasar."  Umpatanku membuat Wisnu nyengir. 


"Kamu yakin tidak terbayang kemesraan istrimu dengan laki-laki itu?" 


Waktu itu aku hanya mengangkat bahu menanggapi ocehan Wisnu. 


"Apa salahnya kamu dekati Lina. Jika tidak untuk dijadikan istri ya mungkin untuk sekedar menemani jalan-jalan atau ... sekedar berhaha-hihi saat suntuk dengan istrimu." 


Mustahil aku menyembunyikan masalah rumah tangga dari Wisnu. Sama seperti Wisnu pun tidak dapat menutupi apa yang genting di pernikahannya. 


Dan aku pun mencoba saran Wisnu. Perhatian kecil mulai Lina terima. Awal aku mengajak Lina makan memang ditolaknya. Tetapi sebuah undangan dari rekanan tak mampu Lina tolak. 


Kemudian hari-hari selanjutnya Lina mulai terbuka. Apalagi ketika masalah dalam rumah tanggaku mulai meruncing. Sidang di Pengadilan Agama. 


Akhirnya aku benar-benar dekat dengan Lina. Banyak pihak memperingatkan aku dengan keras. Kecuali ibu dan kakakku. Mereka sudah tahu apa yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Semakin dalam mengenal Lina membuat sikapku berubah. Tatapan minor dan berita-berita miring tidak sepenuhnya benar. Sikap lembut dan penuh perhatian yang aku terima telah merubah rasa tidak apa-apa menjadi apa-apa. 


------------------------------

#Tulisan ini dibuat guna memenuhi tantangan menulis ODOP7. 

#tantangan_8 
#episode4
#cerbung
#cerbungminimal_5episode 
#5episode


#nopember 
#tokyo 
#pekanterakhir 


#OneDayOnePost







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes