Cinta (Episode1 - tantangan8)

Brian

Bagaimana aku menerjemahkan rasa ini? Tepatnya pukul tujuh malam nanti aku berharap pertemuan dengan Alfi terjadi. Sudah beberapa kali rencana pertemuan tidak pernah dapat terwujud. Ada saja halangannya. 


"Al, aku sudah di Denpasar, kita bisa bertemu, kan?" Gawai sengaja aku speaker on untuk mengimbangi suara lalulintas kendaraan di sekitar. 


Waktu itu Alfi tidak bisa menemui kedatanganku. Untungnya dia mau menerima video call. Meskipun sudah larut. Percakapan terasa terlalu singkat mengingat rasa ingin bersua begitu mendesak. Lagian wanita yang sudah hampir dua tahun susah ditemui itu terlihat pucat dan lebih pendiam dari terakhir ketemu. 


Yah, sekitar dua tahun yang lalu Alfi pamit dimutasi ke Bali. Denpasar, tepatnya. Selama itu hanya tiga kali aku dan Alfi berbincang. Hingga kali ini ada kesempatan membuatku menargetkan diri harus bertemu.  


"Ada waktu satu minggu untuk kamu mengatur waktu agar kita bisa bertemu, Al." Permintaanku mungkin terdengar merengek sehingga Alfi di ujung gawai hanya menjawab dengan desahan tanpa kata. 


"Al, ada yang ingin aku bicarakan. Tolong temui aku ya?" Ini video call kedua. Wajah Alfi lebih pucat dan datar. Rambutnya luruh di bahu agak acak. Mungkin angin sedikit menyisir helai gerai hitam di kepalanya. Tetapi mengapa dia selalu memakai gaun berwarna putih? 


"Alfi, kamu kok makin pucat, sakit?" Nada khawatir keluar dari hati terdalam. Rasanya tangan ini ingin membelai rambut dan mendekat tubuh kecil di sana. Perasaan ingin bertemu semakin mendesak, memukul-mukul dada. Disusul rasa aneh yang tiba-tiba menggerayangi seluruh tubuh. 


"Kamu nggak kangen aku, Al?" Terlalu banyak pertanyaan yang saling desak ingin mendapat jawaban dengan segera, tetapi tidak hanya itu yang terucap.  


"Sudah ya...." Suara Alfi terdengar terlalu lemah sehingga aku tidak tega untuk mengejar jawaban darinya. Dan suara di ujung sana pun tak terdengar lagi. 


Apa aku nekat saja ya. Besok ke kantor Alfi untuk makan siang bersama. Besok materi hanya sampai pukul sebelas karena pemateri mendadak ada keperluan di Depnaker. Departemen Tenaga Kerja. 


Kalau Alfi tidak bisa meninggalkan kantor karena pekerjaan yang menumpuk, aku akan membawa makanan ke ruangannya. Seperti waktu dulu. 


Namun, Alfi tidak ada ditempat. Dari satpam mengatakan, Bu Alfi sejak pukul delapan pergi belum kembali ke kantor. Jujur aku kecewa. Tekat diri yang sangat mengharapkan pembicaraan serius harus terjadi kali ini tinggal harapan. Wanita yang menjadikan alasan aku menolak perjodohan yang mama sodorkan masih saja tidak dapat ditemui. 


"Hati-hati, Nak. Jangan lupa segera kasih kabar mama jika sudah bertemu Alfi," kata mama.


"Kinan... Itu Mas-mu mau berangkat," lanjut mama. 


Tak.lama Kinan muncul membawa secarik kertas. Menyodorkan ke arahku sambil meringis sebelum berkata, "jangan lupa pesananku ya, Mas?" 


"Busyet. Satu bab sendiri...." kataku setelah membaca isi kertas. 


"Dag...." Aku melambai dari dalam.mobil jemputan. Ada jendela yang boleh dibuka kapan saja selama aman. 


Mengapa mama masih mengejarku demi sebuah jawaban dari pegawai sipil biasa. 
Apa mama lupa? Aku sudah menjawab banyak pertanyaan pak Jokowi.  Sebenarnya sudah kujawab dengan jelas. Meski begitu kata-kata Alfi harus kudengar sendiri dari mulut wanita lembut itu. 


Ingatanku kembali ke masa lalu. Pertama kali melihat Alfi sedang terbaring di atas drakbar didorong dua orang berseragam putih-putih dengan dua orang berbaju sipil. Gadis pendiam itu dirawat lama di rumah sakit. Dia ditemukan di kamar mandi sekolah dalam keadaan lemas dengan bekas luka cekik di leher. Itulah saat aku mulai tidak mampu menyingkirkan wajah ayu dari ingatan. 


___________________________

#Tantangan_8
#_episode1

#tantangan_8
#episode_1
#cerbungminim5episode 

#cerbung_5episode 
#pekanterakhir 


#oktober 
#nulisodop7 
#tokyo 
#pekanterakhir 

#OneDayOnePost 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes