Kabar dari Laut.

Angin menyusupi dedaunan cukup keras. Beberapa rantingnya terayun membantu bunyi gemerisik tercipta. Sementara debur ombak nan jauh di laut lepas kembali menghempas pantai untuk kesekian kalinya. Di batas cakrawala tak ditemukan satu perahu pun. Mungkin saat seperti inilah para nelayan beristirahat. Mereka sudah kenal baik kapan perahunya harus dijauhkan dari laut.

Namun, wanita muda bergaun merah itu masih tidak mampu menjauh dari laut. Duduk di pasir hangat menatap birunya hamparan air asin seakan takut samudera itu hilang tiba-tiba. Orang-orang menyebutnya Dewi Laut. Bukan karena tubuhnya bersisik, atau di antara jari-jari tangan dan kakinya berselaput, tapi karena dia benar-benar menunggui laut.

Sepeda jengki berkeranjang di belakangnya sudah ambruk karena pasir menenggelamkan standar yang terlalu lama parkir di atasnya. Wanita muda itu tidak pernah mengalihkan pandangan.  Walaupun angin begitu kencang menghantam tubuh langsingnya.

"Bayu... sudah tahun kelima Mbakyu mu masih saja pergi ke pantai." Wanita berusia lima puluh tahun lebih itu terlihat cantik dengan baju gamis warna pastel. Polesan lipstik di bibirnya menambah manis senyum di usia senja.

"Kita memang sudah terlalu lama memberi space dan sepertinya itu tidak berhasil." Laki-laki yang dipanggil Bayu itu tiga tahun lebih muda dari Mbakyu nya.

''Kamu susul sana sebelum terjadi sesuatu yang lebih dalam. Kemarin Mbakyu mu sudah bertemu Putra." Wajah wanita yang melahirkan Bayu dan Mbakyu nya itu terlihat sedih.

"Bayu pergi dulu, Bu." Bayu mencium tangan ibunya.

"Naik becak saja, Yu, nanti pulangnya boncengkan Mbakyu mu."

Bayu mengangguk dan segera berlalu dari hadapan ibu.

Tak lama Bayu sudah berada di pantai. Sepasang bola matanya menangkap sosok wanita duduk di pasir pantai yang airnya sudah pasang. Hempasan ombak membasahi jurai baju gamisnya.

"Mbak Lintang ... pulang yuk?'' Bayu menyentuh pundak kakaknya kemudian jongkok di samping wanita itu.
Lintang menengok ke arah adiknya. Tersenyum.

"Nanti, Yu," jawab Lintang lemah.

Bayu ganti menatap kakaknya yang sudah menatap kembali ke laut.

"Sudah siang, Mbak. Sebentar lagi air pasang."

"Bayu, mbak nunggu Mas Putra. Dia berjanji hari ini akan datang."

Tatapan Bayu jatuh oleh kesedihan dan rasa kasihan. Dengan satu helaan napas laki-laki muda itu mengikuti tatapan kakaknya ke hamparan biru air laut di depan mereka. Keduanya terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Mbak... mas Putra tidak akan datang. Kita pulang saja, ya?" Bayu meraih tangan Sang Kakak lalu mengenggamnya.

Lintang menggeleng tanpa melihat ke arah adiknya.

"Ombak selalu memberi cerita tentang nelayan-nelayan tangguh. Kemarin dia juga memberi tahu mas Putra datang hari ini.''

Bayu menjatuhkan pantatnya di pasir basah. Kedua tangan meraup wajahnya sendiri. Perih di dada mendapati Dewi Laut itu adalah kakaknya.

-------------------------

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan menulis ODOP7.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes