Masih Tentang W

Mobil berhenti di depan kosku. Masih dalam diam kami bersitatap. Sejenak retina mata kami saling menjelajah pikiran masing-masing akan kemungkinan-kemungkinan sikap yang tiba-tiba akan dilakukan. Tidak kulihat W akan bereaksi. Sepertinya kata-kata tertelan rasa enggan memulai satu sama lain. Jeda kuakhiri dengan menepuk benda bundar pengendali mobil dan pintu kubuka.

"Hati-hati." Kutinggalkan kata sebelum seluruh badan benar-benar pindah di luar mobil.

W mengangguk. Bergeser duduk ke kursi menggantikan posisiku. Pintu tertutup kembali, tapi jendela dia biarkan terbuka. Aku mundur satu langkah memberi ruang untuk mobil melaju. Mobil bergeming. Begitu pun wanita di dalamnya. Kedua tangan kumasukkan saku celana menunggu mobil bergerak. Tetiba W menoleh memandangku yang tidak kupahami maknanya.

"Dio ...." W menyebut namaku kemudian terdiam kembali tanpa menjauhkan tatapannya.

Aku mendekat, membungkuk, meletakkan kedua tangan di tempat kaca tenggelam. Bibir ku tangkup menyeret kedua pipi ke belakang. Entah membentuk senyum atau hanya sekedar ekspresi menutup kekakuan. Tapi yang jelas membuat W mengangguk meskipun tidak ada senyum.

"Sudah ...." Tangan dan tubuhku menjauh dari jendela. Saku celana kembali menjadi tempat pelipur sepi sikap kami. Mobil distarter, tangan kanan kutarik keluar saku, melambai saat W meninggalkan dua kali klakson. "Hati-hati," seruku.
Jempol kanan W menerobos jendela terangkat tanpa menengok lagi. Sosoknya membawa mobil menjauh. Senja sudah menua. Mengingatkan untuk segera menata hari kemudian. Perjalanan petualang berakhir di pantai Klanyar. Akankah?

Aku belum bisa menebak apa yang akan dilakukan W kali ini. Baru sekarang aku berada di lokasi, menyaksikan dengan mata kepala dimana wanita angin itu mendapatkan hal yang tidak biasa. Biasanya semua keinginannya  selalu didapat. Tapi yang jelas dia wanita yang tidak biasa. Jadi dia tidak akan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan wanita jika mengalami apa yang baru saja dialaminya.

Hari ini laki-laki yang mengatakan bahwa W telah memberikan apa yang tidak dapat istrinya berikan itu tidak datang ke pantai Klanyar. Tempat yang disepakati untuk bertemu dengan sang kekasih. Narendra telah mengecewakannya. Kecewa? Aku yakin kata itu tidak ada di kamus W. Dia pasti sedang berpikir. Yah, dia memang harus berpikir tentang sikap Narendra.

***

Asap hangat menyuar dari cangkir di depanku. Aroma kopi pekat mulai menjelajah rongga hidung. Kenikmatan cairan hitam menelusuri leher terbayang menghangatkan seluruh tubuh. Sekali sruput sementara cukup melemaskan keletihan sejak semalam. Langkah perlahan menuju jendela yang masih tertutup. Perlahan tangan kananku menggapai selot  membuka jendela mempersilakan semilir pagi berebut menyegarkan  kamar. Sambil menikmati kopi yang menunggu disesap untuk hari cerah. Seluruh tubuh menghadap semburat mentari yang belum sepenuhnya muncul. Lengkung langit menghentikan tatapanku. Kini aku sang pengendali keinginan. Tapi tetap kehampaan terasa di rongga dada sejak W pergi tadi malam.











_______________________
* Tulisan ini pernah diikutkan dalam kompetisi menulis Kolaborasi bersama Bernard Batubara @benzbara dan sudah diterbitkan di www. storial.co dengan judul yang berbeda.

Tepatnya di www.storial.co/book/menata-asa dalam buku : Masih W dan Dio karya Gendhuk Gandhes.

Setelah mengalami beberapa suntingan di sana sini, akhirnya saya terbitkan lagi di blog ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah