Ketika Kamu Melintas

Kang,
aku hargai ketika kau mau mampir sebentar dalam gubuk kecilku melalui pematang sempit perjalananku.

Entah karena kata-kataku yang terlalu mendayu sehingga kamu merasa harus mendekat,  dan mengulurkan jemarimu untuk menggenggam resahku,

Entah karena isakku  yang terlalu memelas sehingga kamu merasa harus menyodorkan bahumu, untuk sejenak meletakkan kepalaku
....kau belai untai anganku lembut terasa di rambutku

Entah karena rintihanku terlalu mengiris sehingga kamu berusaha menyiapkan dadamu,
..... kau tawarkan pelukan

Ataukah karena aku seorang anonim yang sebenarnya telah kamu nantikan selama ini?

Kang,
baru kali ini aku membuka hati untuk orang seperti kamu,
....... sosok absurd,
Kamu seperti hanya sebuah imajinasi yang tersesat,
...... imajinasi kita yg dangkal

Kata-mu,
     kau tidak mau tahu siapa aku atau apa pun aku,
     seperti ilalang yang tumbuh di padang kesepian,
     telah menerbangkan sisi anganku yang terus berkelana
     mencari satu warna yang masih hilang

Ataukah sebenarnya dirimu yang membutuhkan angan sepi itu?
    tanpa mau orang tahu siapa dan apa dirimu?

Kang,
     kata-katamu yang hanya berguman, terdengar seperti dengung lebah
     seperti malam yang melepas pagi, tak terasa
    
     kemudian sorot mentari menyadarkan aku untuk segera menjauh 
     dari sosokmu,
     karena ternyata kamu ada,

Kang,
     ternyata benar kamu ada, seperti adanya aku,
     tapi juga benar bahwa kita sama-sama sedang menggelar rona
     merah yang mulai membiru dan masih berdarah

Kang,
     Cinta itu telah meruncing di ujung hingga mempertajam auranya,
     yang masih mampu menggores untuk kedua kalinya,

Kang,
     hari ini aku sudah di tempat dimana pernah kita angankan untuk
     saling menatap dan berjabat tangan,
     memberi waktu bagi gelora yang muncul dalam gambaran alunan
     kata-kata kita,
               adalah dirimu dan diriku, senyatanya

Kang,
     ranting pertemuan itu patah, ketika kamu goncangkan pohon janji
     mu dengan lompatan harapan yang telah kau tawarkan untuk yang 
     lain,
    
     Masih di bawah pohonmu, daun yang masih menghijau itu melambai,
     berusaha menggapai bayangmu yang memudar,           
     maka aku kemas kembali semua kata buatmu,
     urung..
             
Kepak sayap rayumu indah telah bersepakat dengan alam untuk raguku, akankah Februari masih menjadi topiknya ?
Semua janji yang berada di angan akan tetap berada di situ.. seperti itu,
mungkin..

Kang,
     biarkan pertautan kemarin yang hanya sebentar,
     yang merupakan jedamu menjadikan jembatan kesadaran diri, 
     tentang adanya kamu dan aku,

Biarkan waktu yang akan mengurai dan mengantar niat kita untuk saling bertemu, ataukah saling menjauh..

Kang, .... Kita hanyalah tokoh imajinernya,
     kamu dengan duniamu yang aku tidak tahu,
     dan ketidakpercayaanmu terhadap kesimpulanmu sendiri tentang
     isakku,
     kita harus bisa membuat jeda itu bukan koma lagi,

Kang..
........... kita harus bisa membuat jeda itu menjadi titik.

Meski kuakui, bahwa kamu adalah jeda terindahku.

#kang adalah panggilan akrab untuk orang yg lebih tua usianya dari si pemanggil & masih ada pertalian darah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Puisi Terbit di Storial.co Karya Gendhuk Gandhes

Resensi Buku Hitam Putih karya Andriyana

Biografi PJ Yah Dyah